A. Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pendidikan berbasis
kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan standar performansi yang
telah ditetapkan. “Competency Based Education is geared toward preparing
individuals to perform identified competency” (Schrag, 1987, h 22).
Rumusan ini menunjukan
bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu agar mampu melakukan
perangkat kompetensi yang diperlukan. Suatu program pendidikan berbasis
kompetensi harus mengandung empat unsur pokok, yaitu:
1) Pemilihan kompetensi yang sesuai
2) Spesifikasi
indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian
kompetensi
3) Pengembangan sistem pembelajaran
4) Penilaian
Kegiatan pembelajaran
diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk
mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan
mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran perlu: 1)
berpusat pada peserta didik; 2) mengembangkan kreatifitas peserta didik;
3)menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang; 4) bermuatan nilai,
etika, estetika, logika, dan kinstetika dan 5) menyediakan pengalaman belajar
yang beragam (Puskur, 2004:13).
Dalam
kerangka itu, pengembangan program dilakukan berdasarkan pendekatan kompetensi.
Penggunaan pendekatan ini memungkinkan desain program dapat dilaksanakan secara
efektif, efisien, dan tepat. Hasil-hasil pembelajaran dinilai dan dijadikan
umpan balik untuk mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan
prosedur pembelajaran yang dilaksanakan sebelumnya. Langkah-langkah
pengembangan pembelajaran tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stanley Elam
(1971) dalam Oemar Hamalik (2002:92) sebagai berikut:
Spesifikasi
asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar.
Program
pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas. Dunia pendidikan dewasa
ini lebih cenderung kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik
jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika
anak ‘mengalami’ sendiri apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi
pada target penguasaan materi terbukti dalam kompetensi ‘pengingat’jangka
pendek, tetapi gagal dalam membekali persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pada
awal abad dua puluh, John Dewey mendengarkan filsafat progresivisme, yang
kemudian melahirkan filosofi belajar kontruksifisme dengan mengajukan teori
kurikulum dari metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan
metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Inti
ajaranya adalah siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari
berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui; proses belajar akan produktif
jika siswa terlibat aktif dalam aktif dalam proses belajar. Diantara
pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain :
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara efektif dapat
mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang dipelajari.
2. Anak harus bebas agar bisa
berkembang dengan wajar
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5. Harus ada kerjasama antara
sekolah dan masyarakat.
6. Sekolah progresif harus
merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen.
Masih
banyak teori-teori lain yang dapat dijadikan landasan dalam pengembangan
kurikulum. Jika diantara teori belajar ternyata ada yang tidak disetujui, maka
sebaiknya diadakan diskusi, sehingga dapat menyusun program yang betul-betul
aktual.
Mengidentifikasi kompetensi
Dalam
penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan
diajarkan. Untuk mengetahui keluasan dan ke dalaman cakupan kemempuan dasar,
dapat digunakan jaringan topic/tema/konsep. Kompetensi dasar yang terlalu luas
dalam cakupan materinya perlu dijabarkan menjadi lebih dari satu pembelajaran.
Sedangkan kompetensi dasar yang tidak terlalu rumit mungkin dapat dijabarkan ke
dalam satu pembelajaran.
Kompetensi-kompetensi
harus dijabarkan secara khusus dan telah divalidasikan serta di tes sejauhmana
kontribusinya terhadap keberhasilan dan efktifitas belajar megajar. Hasil
penelitian seringkali ikut membantu dalam mengidentifikasi kompetensi, kita
dapat menggunakan beberapa model pendekatan diantaranya :
a. Pendekatan analisis tugas (task
analysis) untuk menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis
tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru di sekolah/madrasah sebagai tenaga
professional, yang pada giliranya ditentukan kompetensi-kompetensi apa yang
diperlukan , sehingga dapat pula diketahui apakah seorang siswa telah melakukan
tugasnya sesuai dengan kompetensi yang dituntut kepadanya. Kompetensi dasar
berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator mengenai target yang harus
dicapai dalam pembelajaran. Daftar kompetensi ini dapat disusun setelah
mengadakan serangkaian diskusi atau menilai.
b. Pendekatan the needs of
school learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan siswa di
sekolah). Langkah pertama dalam pendekatan ini adalah bertitik tolak dari
ambisi, nilai-nilai dan pandangan para siswa. Hal ini menjadi landasan dalam
mengidentifikasi kompetensi. Jadi pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat
hubungan yang erat sekali antara persiapan guru dan hasil yang diinginkan
siswa.
c. Pendekatan berdasarkan asumsi
kebutuhan masyarakat. Dengan menspesifikasikan kebutuhan masyarakat, terutama
masyarakat sekolah, maka selanjutnya disusun program pendidikan. Pendekatan ini
berdasarkan asumsi, bahwa pengetahuan tentang masyarakat yang nyata dan penting
itu dapat diterjemahkan menjadi program sekolah para siswa yang pada giliranya
dituangkan ke dalam program pembelajaran. Kelemahan dari pendekatan ini ialah
bahwa sangat sulit menemukan kebutuhan masyarakat yang tepat, tetap serta
lengkap, sehingga begitu program dilaksanakan pada waktu itu mungkin kebutuhan
masyarakat telah berubah.
Hal
senada juga dikemukakan oleh Ashan (1981:57) dalam Mulyasa (2004:8) bahwa
analisis kompetensi dilakukan melalui proses:
1. Analisis tugas. Analisis tugas
dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam
indikator-indikator kompetensi. Berdasarkan analisis tugas yang harus
dipelajari oleh siswa, dikembangkan berbagai jenis pengetahuan yang menuntut
dicantumkan kompetensi-kompetensi yang diperlukanya (daftar kompetensi).
2. Pola analisis. Pola analisis
dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru yang belum ada. Pola analisis
dilakukan dengan menganalisis setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dengan
keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para siswa. Selanjutnya
dikembangkan keterampilan-keterampilan baru yang belum dimiliki oleh para
siswa, yang dipandang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
3. Research. Research (penelitian)
dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi berdasarkan hasil-hasil
penelitian , dan diskusi. Penelitian dan diskusi ini melibatkan berbagai ahli
yang memahami kondisi serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang.
Berdasarkan pemahaman terhadap kondisi serta perkembangan masa kini dan masa
yang akan datang, diidentifikasikan sejumlah kompetensi yang diperlukan untuk
dikuasai oleh individu dalam menempuh kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan zaman.
4. Expert judgement. Expert
judgement atau pertimbangan ahli dimaksudkan utnuk menganalisis kompetensi
berdasarkan pertimbangan para ahli. Expert judgement ini bisa dilakukan
melalui teknik Delphi, sebagai suatu cara untuk memprediksi masa depan
berdasarkan pandangan dan analisis pakar ditinjau sari berbagai sudut pandang
ilmu. Kelebihan dari teknik Delphi antara lain bahwa yang melakukan analisis
dan prediksi masa depan adalah mereka yang telah memiliki wawasan dan
pengetahuan yang handal dalam bidangnya.
5. Individual group interview
data. Analisis kompetensi berdasarkan wawancara, baik secara individu maupun
kelompok dimaksudkan utnuk menemukan informasi tentang kegiatan, tugas-tugas,
dan pekerjaan yang diketahui oleh seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk
lisan. Dengan komuniksi dua arah, penggunaan wawancara diharapakan untuk
memperoleh informasi yang diinginkan oelh pewawancara melalui pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan.
6. Role Play. Role play ini dimaksudkan untuk melakukan analisis kompetensi
berdasarkan pengamatan dan penilaian terhadap sejumlah orang yang melakukan
peran tertentu. Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh sejumlah peran
tertentu yang ada di masyarakat, sebagai bahan untuk mengidentifikasi
kompetensi yang perlu dikembangkan dan dimiliki oleh murid.
Menggambarkan Secara
spesifik Kompetensi-kompetensi
Kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan
dirumuskan menjadi eksplisit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan
masalah target populasinya dalam konteks pelaksanaanya, hambatan-hambatan
program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber.
Menentukan tingkat-tingkat criteria dan jenis assessment
Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk
mengukur ketercapaian kompetensi. Hal ini sangat penting dalam pengembangan
program pembelajaran. Jika tujuan sederhana dan jelas, maka tidak begitu sulit
untuk menentukan criteria keberhasilan dan kondisi yang diperlukan untuk
mempertunjukan bahwa kompetensi telah dikuasai. Akan tetapi kebanyakan
kompetensi itu bersifat kompleks dan mengandung variabel yang cukup sulit untuk
dinilai. Kompetensi-kompetensi itu diwarnai oleh karakteristik guru dan
bermacam-macam suasana sambutan murid, baik secara individual maupun kelompok
terhadap stimulasi yang sama. Oleh karena itu harus disusun seperangkat
indicator dan jangan hanya satu perangkat karena akan mengakibatkan program menjadi
kaku. Tersedianya berbagai alternative penilaian yang disiapkan oleh guru
menunjukan kesiapan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Pengelompokan dan
penyusunan tujuan pembelajaran
Pada langkah kelima ini dilakukan penyusunan sesuai dengan urutan
maksud-maksud instruksional setelah langkah pertama sampai keempat menguraikan
deskripsi logis program yang di dalamnya memuat kompetensi-kompetensi minimal,
sub kompetensi dan bentuk assessment.
Sebagai pertimbangan atau landasan dalam rangka penyusunan pengaturan
tersebut adalah :
a. Struktur isi yang dimuat dari
pengertian-pengertian sederhana sampai dengan prinsip-prinsip yang kompleks.
b. Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan macam-macam
kegiatan. Beberapa kompetensi bertalian dengan masukan kognitif dan dilangkapi
dengan media pembelajaran, sedangkan kompetensi lainya mungkin memerlukan
simulasi.
Desain strategi pembelajaran
Program instruksional
disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan secara logis
dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Model instruksional adalah
seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa
untuk mengembangkan kompetensi. Pada umumnya format modul terdiri dari 5 bagian
utama, yaitu:
a. Prospektus, memuat pernyataan yang jelas tentang rasional asumsi-asumsi
pokok yang menjadi landasan, hubungan antara modul datu dengan modul lainya dan
dengan keseluruhan program.
b. Tujuan atau seperangkat tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas dan
tidak membingungkan.
c. Pre assessment yang meliputi assessment diagnostic terhadap sub
kompetensi atau tujuan-tujuan modul
d. Kegiatan-kegiatan yang merupakan alternative instruksional untuk
mencapai kompetensi, alternative yang dapat dipilih oleh siswa berdasarkan
asumsi bahwa para siswa bersikap accountable terhadap kompetensi, bukan
semata-mata ikut berpartisipasi.
e. Post assessment, untuk mengetahui keberhasilan modul. Modul tidak
mengisolasi kurikulum, melainkan bersifat luwes dan menggunakan startegi
instruksional terpadu. Efektivitas modul tergantung pada kreativitas,
kepandaian, kecakapan para pengembangnya.
Mengorganisasikan sistem pengelolaan
Program-program yang
bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani
bermacam-macam kebutuhan siswa. Adanya bermacam-macam tujuan berbagai
alternatif kegiatan, menjadikan sistem instruksional dan sistem bimbingan lebih
unik.
Sebagaimana kita
ketahui program pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan suasana
real (field setting) dimana sangat dibutuhkan kerjasama dan dibutuhkan
persetujuan inter-institusional. Tanggungjawab pendidikan bukan hanya menjadi
tanggungjawab guru, tetapi juga oleh lembaga-lembaga lainya seperti: lembaga
professional, wakil-wakil masyarakat, murid dan institusi lainya.
Mengingat belajar
adalah merupakan proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau pemahaman
sendiri, maka kegiatan belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melakukan hal tersebut dengan lancar dan penuh motivasi. Suasana
belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan siswa secara aktif,
mengalami, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Menghargai
usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan dan menantang siswa sehingga
berbuat dan berpikir merupakan contoh strategi yang memungkinkan siswa menjadi
pelajar seumur hidup. Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka sangat
diperlukan praktek pengelolaan dan sistem pengelolaan yang didesain cermat.
Melaksanakan percobaan
program
Program
yang telah disusun secara sistematis perlu diuji cobakan. Percobaan program
dilakukan terhadap bagian-bagian dari program itu atau semacam prototype
test dan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dalam skala kecil. Tujuan
program ini adalah untuk mengetes efektifitas strategi instruksional; seberapa
besar diperlukan tuntutan-tuntutan program; ketepatan alat atau jenis penilaian
yang digunakan; dan efektivitas system pengelolaan. Tes ini harus didesain
sedemikian rupa agar dapat diketahui kelemahan apa yang terdapat dalam
unsur-unsur program tersebut untuk melakukan perbaikan
Menilai desain
pembelajaran
Pelaksanaan
terhadap sebuah desain intruksional, lazimnya mencakup empat aspek, yaitu:
a. Validasi tujuan dalam hubungan
dengan peranan pendidik yang diproyeksikan.
b. Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assessment.
c. Sistem instruksional dalam hubunganya
dengan hasil belajar.
d. Pelaksanaan organisasi dan
pengelolaan dalam hubungan dengan hasil tujuan.
Pada
prinsipnya pelaksanaan penilaian harus dilakukan sejak awal dan kontinyu karena
merupakan bagian integral dalam pengembangan program.
Memperbaiki program
Setiap
program sesungguhnya tidak pernah tersusun dengan kondisi sampurna, termasuk
desain instruksional berbasis kompetensi. Akan tetapi senantiasa terbuka untuk perbaikan dan perubahan berdasarkan
umpan balik dari pengalaman-pengalaman. Hal ini senada dengan
pendapat Houston : “continual refinement of every aspect of the program is
characteristic of the systemic approach which undergirds most CBE programs.
This includes modifying as well as changing instructional strategies and
management system to make them more useful”.
B. Langkah – Langkah Dalam Mendesain Pembelajaran
Salah satu model
desain pembelajaran adalah model Dick and Carey (1985). Langkah–langkah Desain
Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:
- Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.
- Melaksanakan analisi pembelajaran
- Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
- Merumuskan tujuan performansi
- Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan
- Mengembangkan strategi pembelajaran
- Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran
- Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
- Merevisi bahan pembelajaran
- Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Model Dick and Carey
terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuanya
sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari
model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan
hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan
yang lainya. Dengan kata lain, system yang terdapat pada Dick and Carey sangat
ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
Langkah awal pada
model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini
sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan
sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan
pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan.
Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran
dimaksudkan agar (1) pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat
mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir
pembelajaran, (2) adanta pertutan antara tiap komponen khususnya strategi
pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan
langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain
pembelajaran.
No comments:
Post a Comment